Manusia yang Allah Cintai dan Yang dibenci Menurut Al-Qur'an




Manusia yang Allah Cintai dan yang Dibenci Menurut Al-Qur’an

Manusia itu kalau soal dicintai, biasanya capeknya di urusan cinta antar sesama manusia. Ada yang mengejar cinta tapi cintanya malah mampir ke orang lain. Ada yang berusaha mati-matian tapi akhirnya tetap dianggap biasa saja. Ada yang sudah setia, malah diselingkuhi. Hidup kadang seperti film, tapi sayangnya kita bukan pemeran utamanya. Sedih? Iya. Dramatis? Juga iya.

Tapi ada satu jenis cinta yang sebenarnya jauh lebih penting dibanding cinta siapa pun, yaitu cinta dari Allah. Cinta yang tidak perlu validasi story, tidak butuh balasan chat, tidak perlu kode-kodean, dan tidak mungkin bertepuk sebelah tangan. Namun, tidak semua manusia mendapatkan posisi ini. Ada manusia yang Allah cintai, ada juga yang Allah benci, dan semuanya dijelaskan dengan sangat jelas dalam Al-Qur’an.

Maka, pertanyaannya sekarang sederhana:

“Kita ini masuk kategori yang dicintai, atau yang dibenci?”

Kalau jawabannya membuat dada sedikit nyesek, berarti artikel ini memang datang di waktu yang tepat.


Manusia yang Dicintai Allah

1. Orang yang Bertakwa

Takwa bukan sekadar takut. Takwa adalah ketika seseorang sadar bahwa hidup ini penuh pengawasan. Bukan CCTV yang hanya menyala kalau listriknya on, tapi pengawasan yang lembut namun selalu aktif. Orang yang bertakwa itu ibarat orang yang lagi bawa gelas penuh air, jalannya hati-hati, kata-katanya dijaga, sikapnya diperhatikan. Bukan karena takut gaya, tapi karena ada kesadaran bahwa setiap langkah punya konsekuensinya.

Orang bertakwa tahu kapan harus maju dan kapan harus berhenti. Ia bukan anti dunia, tapi dunia tidak menguasai pikirannya. Kalau punya uang, ia tidak sombong. Kalau tidak punya, ia tidak iri. Ia tetap berjalan dengan tenang, tidak meledak-ledak seperti kembang api pas tahun baru.

Takwa itu sederhana, tapi tidak semua orang mau melakukannya. Karena untuk menjadi bertakwa, seseorang harus mengenal dirinya dulu. Harus mau jujur pada apa yang ia lakukan. Dan kejujuran kepada diri sendiri itu sering kali lebih berat daripada jujur kepada orang lain.

2. Orang yang Berbuat Kebaikan (Muhsinin)

Kebaikan yang tanpa kamera, tanpa caption, tanpa hastag. Kebaikan yang tidak ditujukan untuk mendapatkan pujian atau tepuk tangan. Kebaikan yang muncul dari kesadaran bahwa menjadi manusia harus ada manfaatnya.

Mereka yang berbuat kebaikan ini tidak menunggu momentum besar. Mereka tidak menunggu punya uang banyak dulu untuk bersedekah. Terkadang kebaikan mereka sederhana: senyum, mendengarkan, menemani, membantu mencarikan solusi, atau setidaknya tidak menambah masalah. Karena tidak semua orang bisa menjadi pahlawan, tapi semua orang bisa menjadi tempat istirahat bagi jiwa orang lain.

Ada orang yang kalau masuk ke ruangan, suasana jadi tenang. Ada juga tipe kebalikannya: kalau datang malah bikin tegang. Yang pertama itu biasanya muhsinin, yang kedua perlu perenungan mendalam.

3. Orang yang Bertaubat

Manusia bukan malaikat. Ada salah, ada keliru, ada lupa. Namun yang membedakan seseorang dengan yang lain adalah apakah ia kembali atau tidak. Taubat bukan hanya ucapan yang dilontarkan setelah melakukan kesalahan yang berulang-ulang. Taubat adalah proses menyadari, memperbaiki, dan berkomitmen untuk berubah meskipun pelan.

Ada orang yang bilang: “Aku sudah terlanjur kotor.”
Padahal justru air yang paling jernih adalah yang jatuh ke tanah yang kotor. Allah tidak mencari kesempurnaan. Dia mencari mereka yang mau kembali. Sesederhana itu.

Namun kembali itu butuh keberanian. Karena menghadapi diri sendiri sering kali lebih menakutkan daripada menghadapi komentar orang lain. Tapi begitu seseorang berani kembali, pintu itu tidak pernah tertutup.

4. Orang yang Sabar

Sabar bukan pasrah tanpa usaha. Sabar bukan diam lalu memendam. Sabar adalah kemampuan untuk tetap waras di tengah kegaduhan dunia.

Ada tiga bentuk sabar:

  • Sabar dalam taat.
  • Sabar dalam menjauhi maksiat.
  • Sabar dalam menghadapi ujian.

Ketiganya tidak mudah. Apalagi sabar menghadapi manusia. Karena jujur saja, kadang menghadapi manusia lebih sulit daripada menghadapi masalah. Masalah bisa diselesaikan. Manusia kadang tidak.

Sabar adalah seni. Seni mengendalikan diri agar tidak ikut arus amarah. Karena kalau setiap masalah dihadapi dengan emosi, hidup ini akan jadi medan perang setiap hari.

5. Orang yang Bertawakal

Tawakal itu bukan menyerah. Tawakal adalah kombinasi antara usaha terbaik dan penyerahan total. Ibarat seseorang yang menanam pohon: ia siram, ia rawat, ia pupuk, tapi ia tahu bahwa hasil bukan dari tangannya.

Tawakal membuat hati lebih ringan. Karena orang yang tawakal tidak perlu memaksa dunia supaya sesuai keinginannya. Ia mengerti bahwa kehidupan punya alurnya sendiri dan Allah yang mengatur semuanya dengan rapi.

6. Orang yang Menjaga Kesucian Diri

Kesucian diri bukan hanya urusan fisik. Kesucian itu ada pada pikiran, sikap, dan cara memandang sesuatu. Ada orang yang terlihat sopan dari luar, tapi dalam pikirannya penuh kecurigaan, celaan, atau hasrat yang tak terkendali. Sebaliknya, ada orang yang sederhana penampilannya, tetapi hatinya lembut dan bersih.

Menjaga kesucian diri di zaman sekarang tidak mudah. Informasi datang dari segala arah, bahkan tanpa diminta. Seseorang bisa sedang serius membaca artikel, tiba-tiba muncul iklan yang tidak mendidik. Ada yang sedang niat belajar, malah terpeleset ke konten yang mengundang dosa mata. Dan dosa mata, kalau dibiarkan, pelan-pelan menuntun ke dosa yang lain.

Orang yang menjaga kesucian diri bukan berarti tidak pernah jatuh. Tapi ia cepat sadar dan cepat tarik diri. Ia tahu batas, ia paham kapan harus menutup mata, kapan harus berhenti scroll, kapan harus keluar dari situasi yang mencurigakan. Kesucian diri adalah bentuk penghormatan pada diri sendiri. Sebab kalau diri sendiri saja tidak dihargai, bagaimana mungkin berharap dicintai Allah?

7. Orang yang Berbuat Adil

Adil bukan berarti semua orang dapat bagian yang sama. Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Ada orang yang wajahnya ramah, bicaranya lembut, tapi kalau sudah menyangkut kepentingan sendiri, timbangannya berubah. Ia mudah lunak pada dirinya dan keras pada orang lain.

Sementara orang yang adil itu sebaliknya: ia tegas terhadap dirinya, tapi lembut terhadap orang lain. Ia tidak suka menghakimi tanpa tahu cerita. Ia paham bahwa setiap orang membawa perjuangan yang mungkin tidak terlihat. Adil bukan sekadar keputusan, tapi cara memandang kehidupan.

Adil berarti tidak tergesa-gesa menyimpulkan sesuatu dari satu sisi. Adil berarti mendengar sebelum menilai. Dan orang yang adil itu, di mana pun ia berada, kedamaian ikut hadir bersamanya.

8. Orang yang Berjuang di Jalan Allah

Berjuang di jalan Allah bukan hanya tentang angkat senjata. Perjuangan yang paling berat justru adalah melawan diri sendiri. Melawan rasa malas, melawan amarah, melawan keinginan yang tidak seharusnya, melawan kebutuhan untuk selalu terlihat benar.

Ada perjuangan yang dilakukan dalam kesunyian. Tidak ada yang melihat, tidak ada yang memuji. Tapi itu justru perjuangan yang paling murni. Perjuangan dalam menahan lidah agar tidak melukai. Perjuangan dalam menjaga tangan agar tidak membalas. Perjuangan dalam memaafkan, padahal hati sakit.

Perjuangan itu kadang membuat seseorang terlihat kalah di mata manusia. Tapi di sisi Allah, dialah pemenang.


Manusia yang Dibenci Allah

Jika manusia yang dicintai Allah membawa kedamaian, maka yang dibenci Allah biasanya membawa kerusakan, kegelisahan, dan rasa tidak nyaman di sekitarnya. Mereka bisa ditemukan di mana saja: di rumah, di tempat kerja, di jalan raya, bahkan di dunia maya. Kadang cara berbicara saja sudah cukup menunjukkan siapa dirinya.

1. Orang yang Sombong

Sombong itu bukan sekadar angkuh berjalan dengan dagu terangkat. Sombong adalah ketika seseorang merasa dirinya paling istimewa. Ia merasa pendapatnya paling benar, keputusannya paling tepat, dan hidupnya paling pantas dikagumi. Ia tidak membuka ruang untuk belajar, tidak membuka ruang untuk mendengar.

Sombong bisa muncul dari pengetahuan. Dari harta. Dari jabatan. Bahkan dari ibadah. Ada orang yang ibadahnya banyak, tapi ia memandang rendah mereka yang sedang belajar merangkak menuju kebaikan.

Sombong adalah penyakit hati yang paling cepat tumbuh. Ia halus, tidak berbunyi, tapi bisa mengubah seseorang menjadi asing dari kebaikan.

2. Orang yang Berbuat Kerusakan (Mufsidin)

Kerusakan tidak selalu berarti menghancurkan bangunan. Kerusakan bisa berupa menghancurkan kedamaian. Mengadu domba, menyebarkan fitnah, menyulut emosi, menciptakan lingkungan yang penuh kecemasan. Ada orang yang kalau datang, orang lain langsung merasa tidak tenang.

Kerusakan itu seperti barah. Kecil di awal, tapi jika dibiarkan, ia menggerogoti segalanya. Orang yang suka menyakiti orang lain tanpa rasa bersalah, orang yang menikmati konflik, orang yang menjadikan kebingungan sebagai permainan—mereka lah yang termasuk dalam kategori ini.

3. Orang yang Khianat

Khianat tidak hanya terjadi dalam hubungan cinta. Khianat terjadi dalam janji, amanah pekerjaan, kepercayaan keluarga, bahkan dalam hal-hal kecil yang dianggap sepele. Sekali seseorang berkhianat, bekasnya akan membekas lama. Kepercayaan bisa dibangun bertahun-tahun, tapi runtuh dalam beberapa detik.

Orang yang khianat sering kali pandai berjanji. Kata-katanya manis, sikapnya persuasif. Tapi kosong. Ia tidak merasa berat mengingkari sesuatu yang sudah ia ucapkan. Dunia di matanya seperti permainan.

Namun Allah tidak pernah lupa. Dan waktu selalu punya cara untuk membuka kedok siapa yang sebenarnya.

4. Orang yang Berlebih-lebihan (Israf)

Berlebih-lebihan bukan hanya soal makanan. Bukan hanya soal belanja atau gaya hidup. Israf adalah ketika seseorang melampaui batas dari yang ia butuhkan. Ada yang hidup sederhana tapi bahagia. Ada juga yang hidup penuh keinginan sampai napasnya sendiri terasa sempit.

Israf muncul ketika seseorang merasa harus terlihat lebih dari apa yang sebenarnya ia mampu. Semua ingin ditunjukkan. Semua ingin dipertontonkan. Hidup menjadi perlombaan yang tidak ada garis akhirnya. Baru punya sedikit, ingin lebih banyak. Sudah punya banyak, masih ingin yang lebih besar. Sampai akhirnya lupa bahwa dunia tidak memberikan ketenangan sejati.

Seseorang yang berlebih-lebihan dalam urusan dunia biasanya kehilangan sensitifitas terhadap nilai-nilai kebaikan. Ia sulit bersyukur. Ia tidak mengerti bahwa kebahagiaan sering kali tidak datang dari memiliki banyak, tapi dari tahu kapan harus berhenti.

Berlebih-lebihan membuat hati berat. Dan hati yang berat akan sulit menerima cahaya.

5. Orang yang Pendusta

Kebohongan itu tidak selalu keras suaranya. Terkadang ia datang dalam bentuk yang lembut dan halus. Sering dimulai dari hal kecil: alasan yang dibuat-buat, janji yang sengaja ditunda, pernyataan yang tidak jujur. Namun kebohongan kecil, jika dibiarkan, akan tumbuh menjadi kebohongan besar.

Pendusta tidak hanya menipu orang lain. Ia juga menipu dirinya sendiri. Ia meyakinkan dirinya bahwa segala sesuatu baik-baik saja, padahal tidak. Ia membungkus kesalahan dengan kata-kata yang terdengar masuk akal. Ia mencari pembenaran, bukan kebenaran.

Padahal hidup dalam kebohongan itu melelahkan. Ia membutuhkan energi untuk menjaga cerita-cerita agar tetap berdiri. Sementara kebenaran selalu berdiri sendiri tanpa harus didorong. Mereka yang hidup dengan kejujuran mungkin berjalan perlahan, tapi langkahnya ringan, tidak membawa beban di punggung.

6. Orang yang Bakhil (Kikir)

Kikir bukan hanya soal menahan uang. Kikir bisa dalam bentuk menahan kebaikan. Ada orang yang bisa membantu, tapi memilih diam. Ada yang bisa meringankan beban orang lain, namun pura-pura tidak tahu. Ada yang mampu memberi pujian yang tulus, tapi memilih menyimpannya rapat-rapat.

Sikap bakhil membuat hati sempit. Orang yang bakhil tidak pernah merasa cukup, bahkan ketika berlimpah. Sebaliknya, orang yang pemurah tidak pernah merasa kekurangan, bahkan ketika sedikit. Kedermawanan itu bukan soal jumlah, tapi soal rasa. Ada orang yang memberi sedikit, tetapi nilainya besar karena ia memberi dari hati.

Orang yang kikir jarang tersenyum tulus. Ia terlalu sibuk menghitung apa yang ia miliki dan takut kehilangannya. Padahal apa yang dijaga terlalu erat, justru sering hilang tanpa sempat dinikmati.


Tabel Perbandingan

Dicintai Allah Dibenci Allah
Bertakwa Sombong
Berbuat baik Berbuat kerusakan
Bertaubat Khianat
Sabar Berlebihan
Tawakal Pendusta
Menjaga kesucian Bakhil
Adil Merendahkan orang

Perbandingan ini bukan untuk menghakimi. Tapi sebagai cermin. Sebab manusia itu mudah melihat kesalahan orang lain, namun sering buta terhadap dirinya sendiri. Cermin ini dibuat bukan untuk mempermalukan, tapi untuk membantu memperbaiki.


Arah Perbaikan Diri

Perbaikan diri tidak harus dramatis. Tidak perlu menunggu keadaan hidup berubah 180 derajat. Perbaikan bisa dimulai dari hal yang paling sederhana. Dari kata-kata yang lebih lembut. Dari cara mendengar yang lebih sabar. Dari menahan komentar yang tidak perlu. Dari memberi sedikit saat mampu. Dari mencoba jujur pada diri sendiri tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam hati.

Kebaikan itu tidak perlu dipamerkan. Ia tumbuh perlahan. Dan setiap orang punya waktunya. Tidak ada manusia yang sempurna sepenuhnya. Yang ada adalah mereka yang terus berusaha, dan mereka yang menyerah di tengah jalan.

Yang membedakan keduanya hanyalah satu: kemauan untuk bangkit.


Penutup

Hidup ini adalah perjalanan panjang yang penuh persinggahan. Setiap orang membawa beban, membawa cerita, membawa luka, dan membawa harapan. Terkadang kita berhasil menjadi manusia yang dicintai Allah. Terkadang kita jatuh menjadi manusia yang dibenci-Nya. Namun Allah tidak pernah melihat satu titik saja dalam hidup. Ia melihat seluruh perjalanan.

Yang dicari bukan kesempurnaan, tetapi ketulusan.

Maka berjalanlah dengan hati yang pelan. Jangan terburu-buru ingin terlihat baik. Jadilah baik. Jangan takut jatuh. Bangkit lagi. Jangan terlalu memikirkan penilaian manusia. Karena penilaian yang paling penting adalah penilaian dari Dia yang menciptakan manusia.

Karena mencintai Allah bukan sekadar ibadah. Itu adalah perjalanan mengenal diri.

Dan dicintai Allah adalah kebahagiaan yang paling tidak tergantikan.

Semoga bermanfaat


Lebih baru Lebih lama